PALU, SULTENGNEWS.COM – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulteng, menilai pengusiran yang dilakukan oknum pejabat Kejati Sulteng pada wartawan yang meliput Hari Bakti Adhyaksa (HBA), merupakan tindakan melawan hukum.
Tindakan tersebut juga mencederai kemerdekaan pers Indonesia di Bumi Tadulako.
Hal itu disampaikan Sekretaris PWI Sulteng, Temu Sutrisno dalam rilis resmi PWI Sulteng siang ini, Ahad 24 Juli 2022 menanggapi pengusuran wartawan oleh oknum pejabat di Kejati Sulteng.
PWI menilai, pengusiran wartawan dalam suatu kegiatan adalah perilaku tidak beretika. Sikap seperti itu adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999.
“Etika terhadap pers harus muncul dari masyarakat. Sebab pers merupakan sarana untuk memperjuangkan kemerdekaan hidup berdemokrasi di Indonesia,” ujar Temu Sutrisno.
Dikatakan, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 menyebutkan, kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat yang berasas prinsip-prinsip berdemokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Sementara Wakil Ketua Bidang Hukum PWI Sulteng, Udin Salim mengatakan, jika dalam praktiknya di lapangan ada pihak tertentu yang mengusir wartawan ketika ada kegiatan, maka pihak tersebut telah melanggar hukum. Pada Pasal 4 ayat 1 disebutkan, kemerdekan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
“Dalam pasal 18 UU No. 40/1999 disebutkan, bagi mereka yang melakukan pengusiran (menghalang-halangi) wartawan menjalankan tugasnya, dapat dikenakan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 500 juta,” tegas Udin Salim.
Terhadap kasus tersebut PWI Sulteng menyampaikan sikap:
- Mengecam keras tindakan pengusiran wartawan pada peringatan HBA di Kejati Sulteng.
- Oknum pejabat Kejati dimaksud harus meminta maaf secara terbuka di media cetak, online, dan elektronik.
- Mendesak Jaksa Agung Cq. Kajati Sulteng memberi sanksi tegas terhadap oknum pejabat tersebut.
- Kasus ini adalah kasus jurnalistik, sehingga diselesaikan dengan pendekatan jurnalistik-UU pers.
- Wartawan Sulteng bersatu mengawal kasus ini dalam rangka meningkatkan kemerdekaan pers, dengan pendekatan UU Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik. ***