PPK BPJN XIV Ragu-ragu Sampaikan Soal Izin Kelolah Lingkungan dan Galian C PT WRK

oleh -
Lokasi proyek penanganan longsor ruas jalan Mepanga-Tinombo milik BPJN XIV Sulteng di Desa Tibu, Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, nampak dari drone. FOTO : TIM

PALU, SULTENGNEWS.COM – Dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Widya Rahmat Karya (WRK) yang dimiliki seorang Haji berinisial AK selaku perusahaan pemenang tender proyek penanganan longsor ruas jalan Mepanga-Tinombo milik BPJN XIV Sulawesi Tengah (Sulteng) bertempat di Desa Tibu, Kecamatan Tinombo masih terus bergulir.

Pasalnya, pengambilan material pasir, batu dan tanah timbunan proyek itu diambil dari tiga lokasi berbeda yaitu dua tempat di Desa Tibu dan satu tempat lagi di Desa Bobalo, Kecamatan Palasa yang disinyalir kuat melanggar aturan.

Berdasarkan konfirmasi media ini kepada PPK 2.1 BPJN XIV Reza melalui sambungan telepon miliknya mengatakan, dalam pekerjaan itu memiliki retribusi yang akan diberikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parigi Moutong (Parimo) setelah pekerjaan itu selesai.

“Untuk retribusi itu setelah pekerjaan selesai akan di bayarkan ke Pemkab Parimo. Kemarin ada surat dari Pemkab Parimo terkait dengan pengambilan material di wilayah Kabupaten Parimo,”ujar Reza saat dikonfirmasi, Kamis (19/08/2021).

Bahkan, Reza menyebut, ketika pelaksanaan pekerjaan selesai, akan ada pembayaran kepada instansi terkait, mengenai retribusi di  Pemkab Parimo.

“Jadinya setelah selesai pelaksanaan diminta untuk melaksanakan pembayaran ke dinas, saya lupa, ke Dinas Pertambangan”ucapnya.

Saat ditanyakan apakah pekerjaan proyek penanganan longsor ruas jalan Mepanga-Tinombo milik BPJN XIV Sulteng mempunyai izin pengambilan material atau tidak. Reza selaku PPK 2.1 BPJN XIV bahkan begitu ragu memberikan jawaban dan harus melakukan mengkonfirmasi lagi kepada pihak penyedia terkait izin tersebut.

“Sebentar pak saya konfirmasi ke penyedia jasa dulu pak,”jawab Reza.

“Itu pembelian sudah ada dengan penyedia dan penyedianya itu langsung ke desa kalau tidak salah,”sambungnya.

Saat di tanyakan apakah dalam aturan desa memiliki wewenang untuk memberikan izin soal pemberian izin pengambilan material, Reza pun masih menjawab dengan ragu bahwa dirinya masih akan mempelajari terkait hal itu.

“Saya akan pelajari dulu pak,”ucap Reza.

Selain itu, ketika ditanyakan terkait tanggapannya selaku PPK karena tidak berfungsinya redaksi keat PT WRK, Reza memberikan pernyataan bahwa tidak mengetahui terkait apa redaksi keat tersebut.

Lebih lanjut, Reza juga mengatakan, bahwa awal pekerjaan itu dilaksanakan pada tahun 2020 dan akan berakhir di Oktober 2021.

“Kontraknya itu mulai Tahun 2020 dan itu ada di papan proyeknya untuk berakhirnya pekerjaan itu di bulan Oktober 2021,”sebutnya.

Berkaitan dengan progres pengerjaan proyek itu, Raza mengungkapkan, dia harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Balai untuk menyampaikan berapa persen capaian yang telah dikerjakan.

“Mengenai progres pekerjaan sudah berapa persen, kami harus izin dulu ke satker atau ke Balai pak,”ungkapnya.

“Kalau progresnya kami ada dan kami meminta izin dulu baru bisa menyampaikannya pak,”tambahnya.

Reza mengaku kalau pihak PT WRK terus melakukan pekerjaan di proyek penanganan longsor ruas jalan Mepanga-Tinombo milik BPJN XIV Sulawesi Tengah (Sulteng) itu.

“Kemarin kita ada kegiatan pengecoran di box kalfet,”tuturnya.

Namun ironisnya, saat ditanyakan bahwa pengambilan material diambil dari dua desa yaitu Desa Tibu dan Bobalo. Reza hanya mengetahui pengambilan material untuk pekerjaan itu hanya di Desa Tibu dan tidak mengetahui adanya pengambilan material di Desa Bobalo tepatnya di Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Setau saya hanya di Desa Tibu,”pungkasnya.

Pernyataan dari PPK 2.1 BPJN XIV, Reza bahwa pihak PT WRK akan memberikan retribusi kepada DLH Kabupaten Parimo. Padahal, secara tegas DLH mengakui bahwa PT WRK tidak memiliki izin kelola lingkungan dan galian C seperti pemberitaan sebelumnya di media ini.

DLH PARIMO AKUI PT WRK TAK MEMILIKI IZIN KELOLAH LINGKUNGAN DAN GALIAN C

PT WRK disinyalir tidak memiliki izin pengelolaan lingkungan ataupun pertambangan galian C, yang diperkuat dari adanya keterangan Kepala Bidang (Kabid) Pertanahan dan Penataan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Parigi Moutong, Idrus, Kamis (05/08/2021).

Kabid Idrus menuturkan, saat ini hanya ada lima perusahaan yang telah memiliki izin untuk beroperasi melakukan aktivitas galian c di wilayah Kabupaten Parigi Moutong. Sementara PT WRK tidak masuk diantaranya.

Apalagi kata dia, izin galian c merupakan kewenangan pemerintah Provinsi setelah mendapat rekomendasi pengurusan izin lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong.

“Jadi galian c yang keluar rekomendasinya dari kantor itu, satu TMJ, KMP, BUMDes Taliabo, Mahkota dan silkar. Saat ini, segala izin pertambangan ada pada provinsi. Kami hanya sebatas memberikan rekomendasi terkait pengurusan izin lingkungan. Jadi, tidak bisa sembarang asal menambang meskipun dapat izin dari pemerintah desa sekalipun,”ungkap Idrus.

Idrus juga membenarkan, jika praktek ‘maling’ SDA pada  sejumlah wilayah Kabupaten Parigi Moutong di sinyalir terjadi dalam sejumlah  proyek pekerjaan jalan daerah ini. Dia mengaku selama ini tidak mengetahui, jika material timbunan dan batu amor pada proyek penanganan longsor ruas di desa Tibu, Kecamatan Tinombo tersebut diambil dari DAS, dan lahan pegununangan direa perkebunan warga Tibu.

“Iya tidak  izin. Seharusnya, perusahaan-perusahaan pengelola sejumlah proyek pekerjaan jalan ini mengambil material dari perusahaan-perusahaan yang memiliki izin,terangnya”terangnya.***TIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.