PALU, SULTENGNEWS.COM – Pertama kali daerah di Indonesia, tepatnya di Sulawesi Tengah (Sulteng), alat pendeteksi likuifaksi buatan akademisi Universitas Tadulako (Untad) Palu segera hadir dan rencananya akan di pasang di Kabupaten Sigi dan Kota Palu.
Pembuatan alat pendeteksi likuifaksi ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulteng bekerjasama dengan para akademisi Untad Palu.
“Memang dari pertama ide BPBD setelah pasca gempa tsunami dan likuifaksi di 28 September 2018, ingin punya alat pendeteksi likuifaksi, kebetulan dosen-dosen di Untad bisa buat, kemudian kita bekerjasama,”ujar Plt Kasubid Kesiapsiagaan BPBD Sulteng, Ashrafuddin kepada sultengnews, Jumat (12/02/2021).
Ashrafuddin mengatakan, alat pendeteksi likuifaksi itu masih alam tahap pengujian secara mendalam, meski sebelumnya telah dipaparkan kegunaannya oleh akademisi Untad Palu.
“Untuk alatnya sudah ada tapi perlu pendalaman pengujian lagi, sekarang ini masih sementara di buat dan sudah pernah dipaparkan di BPBD oleh dosen-dosen Untad dan alat itu sudah diperlihatkan tinggal untuk pendalaman,”ucapnya.
Ashrafuddin menjelaskan, pemasangan alat pendeteksi likuifaksi direncanakan pada akhir Tahun 2021. Terget pemasangan alat pendeteksi likuifaksi, kata dia, di delapan titik lokasi di Kabupaten Sigi dan Kota Palu.
“Rencananya akan dipasang pada akhir tahun ini. Jadi pemasangannya itu di 8 titik lokasi di Kabupaten Sigi dan kota Palu,”jelasnya.
Namun, Ashrafuddin menerbangkan, sebelum dilakukan pemasangan di sejumlah titik lokasi tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Geospasial yang lebih berkompeten untuk menentukan lokasi rawan likuifaksi.
“Tapi untuk pemasangan di 8 titik itu BPBD harus koordinasi dulu dengan Badan Geospasial, karena Badan Geospasial yang mengetahui dimana saja lokasi sangat rawan likuifaksi,”terangnya.
“Jadi Badan Geospasial ini sudah ada peta sekaitan dengan titik lokasi rawan likuifaksi, BPBD tinggal melakukan koordinasi lagi dengan Badan Geospasial,”lanjutnya.
Ashrafuddin menuturkan, akan ada delapan alat pendeteksi likuifaksi yang akan di pasang. Saat ini, kata dia, beberapa alat pendeteksi likuifaksi lainnya, masih terus di rancang untuk mencukupi dengan jumlah yang diperlukan.
Lebih lanjut, Ashrafuddin menyebut, karena di penganggaran alat pendeteksi likuifaksi di akhir Tahun 2021, maka pemasangan Early Warning Sistem (EWS) di akhir tahun.
Ashrafuddin mengatakan, karena pembuatan alat pendeteksi likuifaksi dari dalam negeri dan akademisi di Untad Palu, sehingga harganya relatif murah.
“Kalau yang di pasang biasanya bisa mencapai harga satu mobil mewah Mercedes, tapi kita dapat ini dengan harga satu becak, sehingga selisihnya jauh,”katanya.
Sebab, menurut Ashrafuddin, rata-rata EWS berasal dari luar negeri atau di impor, seperti yang ada di taman Gor Kota Palu, yang didatangkan dari luar negeri, apabila suku cadangnya rusak, maka harus impor alat dari luar negeri.
“Jadi harganya lebih murah yang dibuat sendiri daripada harus memesan dari luar negeri,”tandasnya.DAL