PALU, SULTENGNEWS.COM – Pemerintah Kota Palu melalui Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu menegaskan kepada pemilik usaha penyedia jasa iklan reklame, meskipun telah memiliki izin rekomendasi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), namun tidak serta merta bisa melaksanakan kegiatan penyelenggaraan iklan atau papan reklame.
Kepala Bidang Pengendalian Ruang Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu, Ahmad Hariadi, dalam keterangan resminya kepada awak media ini mengatakan, bentuk pengawasan dan penertiban pemasangan iklan reklame di Kota Palu merupakan kerja tim yang dikoodinir langsung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu.
Di Kota Palu sendiri, sebut dia, pemilik usaha jasa yang sudah mendapatkan rekomendasi bangunan konstruksi PBG baru sebanyak 109 yang berizin, sementara selebihnya belum memperoleh rekomendasi PBG.
“Izin ini ada dua, izin yang saya maksud 109 itu yang sudah IMB, tetapi yang lainnya saya tidak tahu. Dia mendirikan itu berdasarkan izin penyelenggara reklame. Ketika dia punya PBG belum otomatis dia bisa memasang iklan. Dia harus urus lagi izin penyelenggaraan reklame di Dinas Perizinan dan ini berkaitan dengan retribusi dari pajak iklan reklame. Kalau di Dinas Tata Ruang ini terkait dengan PBG konstruksi bangunannya,” urainya kepada SultengNews.com.
Kata dia, izin penyelenggaran reklame diatur berdasarkan Perwali Nomor 17 Tahun 2022.
“Salah satu syaratnya itu adalah ada PBG, kecuali yang insidentil tidak membutuhkan PBG, misalnya pemasangan spanduk dari kayu dan sejenisnya,” jelasnya.
Kemudian, saat disinggung soal tebang pilih dalam penebangan papan reklame di sejumlah lokasi, misalnya Taman Nasional yang ada beberapa papan reklame yang belum ditebang, masih terpampang namun ada sebagian yang juga sudah ditebang, juga yang berada di perempatan Jalan Hasanuddin-Hj. Hayun atau tepatnya berada di Taman BTN yang tidak ditebang, di sekitaran Mamboro, Talise, serta lokasi lainnya, Ahmad Hariadi menjelaskan, pemerintah tidak pernah melaksanakan penebangan atau pembongkaran berdasarkan tebang pilih.
“Kalau yang ada di tanam nasional itu karena dia berdiri di atas taman, taman kewenangan DLH. Otomatis pemilik lahan (DLH), kalau menganggap tidak ingin lagi berdiri disitu dia punya kewenangan. Jangankan DLH, di tanahku ada IMBnya misalnya, saya ingin memutus sudah selesai masa kontraknya dengan saya, bisa juga saya selesaikan. Kalau ada reklame yang dibongkar di taman itu karena ada revitalisasi, karena di situ ada pembangunan insfrastruktur dan itu bisa mengganggu konstruksi reklame,” ungkapnya.
“Contoh di Jalan Diponegoro, banyak baliho yang ditebang karena ada pelebaran jalan dan perbaikan drainase, pedestrian dan sebagainya, memang harus dibongkar. Kalau relokasi reklame di Talise saya tidak tahu,” sebutnya.
“Kenapa yang di Mamboro duluan ditertibkan karena memang pada saat tahap konstruksi sudah dilakukan teguran, sudah diberi peringatan bahwa dia memasang di lokasi yang dilarang sesuai Perwali itu. Belum miliki PBG tetapi sudah membangun konstruksinya, sudah disurati tetapi tidak diindahkan sama pemilik konstruksi reklame, dikasih 7 hari batas waktu, sudah secara persuasif, pemilik minta untuk dikasih waktu tetapi sudah beberapa bulan tetap tidak diindahkan, makanya dilakukan penertiban,” katanya.
Ahmad Hariadi mengatakan, Pemerintah Kota Palu sendiri belum menentukan format lokasi dimana yang diperbolehkan untuk pemasangan papan reklame. Hanya saja, kata dia, bahwa Pemerintah Kota Palu baru merumuskan sesuai dengan yang diatur di dalam Perwali, tentang dilarangnya pemasangan iklan reklame pada sejumlah lokasi.
“Kalau ditanya pemerintah dimana lokasi yang boleh, kami belum bisa tentukan yang boleh dimana. Kita hanya atur dimana yang tidak boleh, misalnya 20 meter dari perempatan, berada di taman, berdiri di atas kawasan pendidikan, kesehatan, perkantoran, di atas trotoar, di atas drainase, badan jalan, ini yang tidak boleh. Namun ketentuan itu tidak dikecualikan kepada pemerintah dalam bentuk sosialisasi (berarti pemerintah boleh). Prinsipnya, ketika kita tidak boleh, minimal jangan di pasang di lokasi itu” ujarnya.
“Kalau Himpunan Pengusaha Reklame (HPR) diatur di Perwali itu memiliki keterlibatan dari sektor pembinaan terhadap penyedia jasa reklame, ketika akan melakukan pemasangan. Kalau terkait dengan dimana tempat yang dilarang untuk pemasangan, mereka sudah tahu (HPR),” jelasnya.ZAL