PALU, SULTENGNEWS.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah (Sulteng) baru saja membentuk Panitia Khusus (Pansus) Covid-19, dimana Sony Tandra terpilih sebagai Ketua Pansus Covid-19, kemudian Wakil Ketua Pansus Covid-19, Alimuddin Paada dan Sekretaris Pansus Covid-19, Amirullah BK, melalui rapat Paripurna pembentukan Pansus Covid-19 di ruang rapat utama DPRD Sulteng, Rabu (10/02/2021).
Ketua Pansus Covid-19, Sony Tandra mengatakan, pihaknya menginginkan agar pemerikasaan rapid test kepada masyarakat Sulteng tidak lagi berbayar, dirinya menganggap, akibat pemerikasaan berbayar itu, banyak masyarakat yang menghindar dari pemerikasaan.
“Kita akan mendorong tracking itu betul-betul masif. Jadi pemerikasaan rapid test itu tidak di bayar, kalau selama ini dibayar, makanya orang menghindar (diperiksa),”ujarnya.
Bahkan, lantaran masyarakat banyak menghindar dari pemerikasaan rapid test yang berbayar, kata dia, tidak sedikit masyarakat khususnya pelaku perjalanan yang masuk ke daerah Kota Palu memakai jasa joki untuk bisa meloloskan diri dari pemerikasaan rapid test berbayar di perbatasan.
“Lewat di perbatasan, karena di bayar dia pakai joki,”ucapnya.
Sony mengungkapkan, Pansus Covid-19 akan segera melakukan menyusun perencanaan kerja Pansus Covid-19.
“Jadi susun dulu rencana Pansus Covid-19 dan operasi, kemudian sosialisasi, memperbaiki pemerikasaan,”ungkapnya.
Sony juga menilai, pemerikasaan rapid test cenderung lama. Sehingga, bagi dia, perlunya peningkatan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) untuk dapat menjalankan pemerikasaan lebih cepat dari sebelumnya, bila perlu, kata Sony skema kerja pun dirubah menjadi 24 jam.
“Pemeriksaan itu saya lihat, kerja tetap normal, padahal hasil pemeriksaan di atas tiga hari, ini harusnya disamping menambah laboratorium, tapi SDMnya itu harus di tambah, jadi kalau bisa siftnya itu tidak seperti sekarang kerja jam 8 pulang jam 5, mereka harus 24 jam kalau bisa,”tegasnya.
Menurut Sony, pelatihan SDM sangat diperlukan dalam mengahadapi covid-19 agar kinerja dalam sektor kesehatan bisa berjalan dengan baik.
“Itulah kita butuh intensif, pelatihan SDM, itu yang harus kita kawal. Pelatihan SDM itu untuk dapat menjalankan pemerikasaan dengan baik, kemudian bagaimana menajemen pengiriman, dan isolasi itu kita berusaha diperbanyak,”ucapnya.
Sony menegaskan, isolasi mandiri untuk ditiadakan. Sebab, menurutnya, tidak ada yang dapat bertanggungjawab terhadap pasien yang menjalani isolasi mandiri, dikarenakan tidak adanya pengawasan terhadap pasien covid-19 yang melakukan isolasi mandiri.
“Isolasi mandiri itu di perkurang, kalau bisa tidak usah, karena pertanyaannya siapa yang bertanggungjawab dalam isolasi mandiri, karena isolasi mandiri tidak ada yang melihat kesana kemari, itu juga kan menambah klaster baru,”pungkasnya.
Selain itu, Sony menambahkan, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp 53 miliar anggaran tak terduga dalam penanganan covid-19 yang melekat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Sulteng.
“Ada 53 M anggaran tak terduga yang bisa dipakai kemana-mana yang penting untuk penanganan covid-19 disamping yang melekat di OPD,”tandasnya. DAL