Pandangan Dekan Fisip Untad Terkait Problematika Pemulangan WNI Eks ISIS

oleh -

PALU, SULTENGNEWS.COM – Problematika yang menyeruak terkait pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) mendapatkan berbagai respon, begitupun dari akademisi Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tadulako (Untad).

“Kita bersepaham bahwa bagaimana pun bentuk gerakan ISIS ini kita tidak setuju dengan semua obsesi dan perjuangan mereka semua salah dan tidak dibenarkan dalam hukum agama apapun, maka semua yang berbau ISI memang semua menghawatirkan,”kata Dekan Fisip Untad, Dr. Muhammad Khairil, S.Ag.,M.Si, saat ditemui diruang kerjanya, Rabu (12/02/2020).




Penulis buku tindak penanganan terorisme itu, mengatakan, jika pemulangan WNI eks ISIS tidak disikapi secara bijak dan profesional dampak efeknya akan panjang.

“Orang-orang yang pernah mengalami efek dari pemboman itu merasa sangat gelisah,”ucapnya.

Bagi Khairil ada lima hal yang perlu dilakukan terhadap WNI eks ISIS apabila mereka akan dipulangkan.

Khairil mengungkapkan, yang pertama adalah ketika mereka kembali, harus dilakukan indentifikasi terlebih dahulu.




“Apakah betul ini warga negara Indonesia, mengidentifikasi dengan semua identitas, baik KTP dan lain-lain,”ucapnya.

Kedua, setelah dilakukan proses identifikasi adalah proses pemahaman awal.

“Kenapa mereka sampai terlibat, lalu kenapa baru sekarang mau pulang,”ujarnya.

Ketiga, melalui proses yang sebut sebagai karantina.

“Karantina ini bagaimana kemudian mendudukkan paham mereka sama dengan paham kita, minimal mereka mau menerima pemahaman yang berbeda, dengan asumsi bahwa kebenaran ini tidak tunggal memilik mereka,”ucapnya.




Keempat, setelah proses pengembalian deideologinya, kemudian tahap dilepas, tetapi dalam pantauan masyarakat.

“Karena tidak dilepas begitu saja, sebab, memang cukup mengawatirkan,”ujarnya.

Kelima, harus ada komitmen dan pembuktian bahwa mereka sudah berubah dan tidak mau lagi dengan kelompok ISIS.

“Ini yang susah karena komitmen dibangun tidak hanya dengan mulut, tidak hanya dengan janji-janji, tapi kemudian harus berwujud nyata dalam keseharian termasuk, paradigma, pola pikir, dan ideologi mereka yang tadinya begitu keras mudah-mudahan kita bisa rubah,”sebutnya.

Khairil menuturkan, kalau orang-orang seperti ini berhasil di kembalikan ke arah yang inginkan, maka bagi ini akan menjadi potensi warga negara yang memberikan efek positif.

“Beda itu orang yang menjadi pelaku dan orang yang belum melakukan dan sadar,”tuturnya.

Khairil menambahkan, WNI eks ISIS harus terbangun kekuatan komitmennya, terukur perilakunya, dan dapat memberikan kontribusi nyata ditengah masyarakat.

“Mereka harus dapat meyakinkan masyarakat, bahwa kami sudah berubah dan tidak akan ikut pada kelompok ISIS, memang smpai pada tahap itu tidak seperti membalikkan telapak tangan,”tambahnya.

Selanjutnya, Khairil menegaskan, ketika WNI eks ISIS di ilustrasikan sebagai virus corona, maka ketika ini corona-corona dalam bentuk ideologi, justru akan membahayakan.

“Tapi tidak ada salahnya kita coba dengan niat yang baik bahwa mereka juga punya hak yang sama, kemudian kita berikan,”tegasnya.




Khairil sendiri merupakan akademik yang mulai dari arjana strata satu sampai sarjana strata tiga untuk mendapatkan gelar doktor membahas sesuatu yang dianggap radikal.

“S1 itu waktu saya studi sarjana awal, saya mengkaji tentang komite penegakan syariat Islam yang di pimpin oleh Abdul Aziz Kahar Muzakkar, S2 saya bicara tentang studi efek media dalam kajian terorisme, dan S3 banyak kajian-kajian saya bicara soal terpidana para Teroris, bagaimana pola pikir, perilaku ideologi, dan obsesi mereka ketika bergabung dalam kelompok-kelompok teroris ini,” tutupnya. DAL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.