PALU, SULTENGNEWS.COM – Warga Terdampak Bencana (WTB) alam 28 September 2018 silam, baik itu terdampak bencana alam gempa, likuifaksi dan lainnya, hingga memasuki tahun ke-4, masih pula tinggal di Hunian Sementara (Huntara) kelurahan Duyu, kota Palu.
Dari hasil pantauan wartawan SultengNews.com dilokasi Hunian Sementara (Huntara) kelurahan Duyu, terlihat beberapa orang dewasa sedang berada di lantai bilik Huntara kelurahan Duyu dan sedang berbincang-bincang bersama dengan warga lainnya.
Sementara itu, kondisi beberapa bilik Huntara kelurahan Duyu sudah mulai banyak menyisahkan kurang sedap dipandang mata, karena sudah mulai terlihat memudar warna dindingnya.
Suardi (70) warga Huntara kelurahan Duyu, mengatakan, bersama dengan anggota keluarganya tinggal di Huntara sejak mulai dibangun Huntara kelurahan Duyu, pasca bencana alam yang melanda kota Palu 28 September 2018 silam.
Hingga kini pula, bersama dengan warga lainnya yang masih tinggal di Huntara, masih sangat berharap dengan pemerintah daerah, agar segera mempercepat menyelesaikan pembangunan Hunian Tetap (Huntap), agar warga korban bencana alam yang masih tinggal di Huntara-Huntara yang ada, untuk segera menempati Huntap kawasan yang dibangun oleh pemerintah.
“Masih tinggal di Huntara karena belum ada Huntap yang dibangun untuk ditempati,” kata Suardi kepada SultengNews.com, Rabu (18/5/2022).
“Mau tidak mau yah masih tetap tinggal disini karena tidak ada tempat tinggal lainnya,” sambung dia.
Dia berharap, selain pemerintah kota Palu, pemerintah provinsi Sulawesi Tengah, mempercepat menyelesaikan pembangunan Huntap kawasan, agar pula permasalahan data-data warga yang akan di relokasi ke Hunian Tetap (Huntap) kawasan untuk benar-benar sesuai dengan hak warga tadi.
“Saya sudah kasih berkas saya tahun 2019 lalu, namun tahun 2022 beberapa bulan yang lalu saya datang kembali ke BPBD Kota Palu, katanya berkas saya hangus. Saya tidak tahu kenapa, padahal saya jelas memiliki lahan di jalan Sungai Manonda kelurahan Balaroa yang hancur akibat likuifaksi,” sebutnya.
“Alasan mereka karena pada saat di survey lahan bangunan milik saya, saya tidak berada di tempat. Wajar saja kalau saya tidak ada ditempat, kalau saya di lahan yang rusak, bangunan yang rusak, terus saya mau makan bagaimana di Huntara. Apakah saya harus menunggu terus tim dari pemerintah disana. Kan ada data saya yang sudah masuk di tahun 2019 yang lalu termasuk ada data tersimpan di RT wilayah kelurahan Balaroa. Untuk itu mohon jangan mempersulit warga korban bencana,” tutupnya.ZAL