Labuh Jangkar, Potensi Pendapatan Daerah Bernilai Miliaran di Sulteng Yang Belum Terkelola

oleh -
Suasana diskusi terkait salah satu potensi pendapatan daerah yang belum terkelola yakni Labuh Jangkar di Kafe Tanaris, Jumat (30/9/2022). FOTO : SULTENGNEWS.COM

PALU, SULTENGNEWS.COM – Sulawesi Tengah (Sulteng), memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa. Tidak hanya di darat seperti nikel, emas, biji besi, tembaga, logam dan kekayaan alam lainnya, tapi juga di laut.

Sejak dibukanya smelter di Morowali dan masuknya berbagai perusahaan raksasa untuk mengolah tambang nikel di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Part (PT IMIP), membuat laut di Morowali dan Morowali Utara dipadati rusan kapal – kapal yang mengantri di Pelabuhan Kolonodale yang memasok bahan pabrik maupun mangangkut keluar hasil produksi perusahaan dari Morowali dan Morowali Utara.

Namun sangat disayangkan, rutusan kapal – kapal yang masuk ke Morowali dan Morowali Utara serta daerah lainnya di Sulteng, tidak membawa dampak signifikan bagi pendapatan daerah dan peningkatan fiskal daerah.

Salah satu potensi besar dari pendapatan daerah yang belum terkelola sama sekali,  yakni retribusi Labuh Jangkar (kapal – kapal yang mengantri ke pelabuhan) di laut Sulteng.

Hal inilah yang menjadi pokok diskusi yang difasilitasi Tenaga Ahli Gubernur (TA Gubernur) bersama beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, awak media dan pemerhati Sulteng di kafe Tanaris, Jumat (30/9/2022).

Beberapa OPD yang hadir diantaranya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Moh. Arif Latjuba, Kepala Bidang Pelayaran dan ASDP Dinas Perhubungan Sulteng Asnansyah, dari Dinas Pendapatan para TA Gubernur, serta beberapa pimpinan media siber.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Moh Arif Latjuba dalam diskusi itu menyampaikan, daerah yang telah menerapkan Labuh Jangkar adalah Provinsi Kepulauan Riau dengan pendapatan mencapai Rp200 Miliar pertahun.

“Kalau kita melihat banyaknya kapal – kapal yang masuk ke laut Sulteng utamanya di Morowali dan Morowali Utara, kita hampir sama bahkan mungkin lebih banyak dari Provinsi Kepri. Adanya Labuh Jangkar di Kepri dengan potensi pendapatan luar biasa, bisa juga kita terapkan di Sulteng,” ujar Moh. Arif Latjuba yang menjadi pemantik awal diskusi itu.

Moh Arif Latjuba mengatakan, potensi Labuh Jangkar ini sangat besar dalam rangka meningkatkan fiskal daerah, apalagi dengan adanya industri – industri pengolahan seperti yang ada di Morowali dan Morowali Utara serta adanya potensi pembangunan IKN, sehingga paling tidak akan ada kapal – kapal antri yang akan masuk pelabuhan.

“Disinilah potensi Labuh Jangkar yang bisa dimanfaatkan Pemerintah Daerah, karena kita punya potensi daerah ini khususnya untuk perairan kita berhadapan dengan selat Makassar, berhadapan dengan teluk Tolo, Kawasan Teluk Tomini, kita berhadapan juga dengan laut Sulawesi,” papar Arif Latjuba.

Arif Latjuba menyampaikan, satu – satunya daerah di Indonesia yang memiliki potensi kelautan yang sangat luas hanya Sulteng, karena punya panjang garis pantai kurang lebih 6.841 kilo meter atau nomor dua di Indonesia, punya luas kawasan atau potensi kewenangan sekira 74.502,66 kilo meter persegi, serta punya kurang lebih 1.500 Pulau. Bahkan Sulteng juga berbatasan langsung dengan pulau – pulau terluar.

Pemerintah Daerah kata Arif Latjuba, punya kewenangan 0 – 12 mil laut yang bisa dimanfaatkan sebagai Labuh Jangkar yang memiliki potensi pendapatan dari retribusi kapal – kapal yang antri sangat luar biasa.

Dalam hal pembangunan pelabuhan, memang kewenangan dari Kementrian Perhubungan, namun ketika hendak membangun pelabuhan tetap mengajukan izin pemanfaatan ruang laut dari Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Meski demikian, Pemerintah Daerah Provinsi juga memiliki kewenangan pemanfaatan ruang laut dari 0 – 12 mil laut, sehingga sangat bisa dimanfaatkan menjadi Labuh Jangkar.

“Labuh Jangkar ini adalah potensi pendapatan daerah, karena banyak sekali antrian kapal – kapal yang akan masuk ke pelabuhan sampai berhari – hari hingga berminggu – minggu baru bisa sandar dan berlabuh di pelabuhan. Antrian – antrian ini, bisa dimanfaatkan yang disebut dengan Labuh Jangkar,” terang Arif Latjuba.

Sementara Kepala Bidang Pelayaran dan ASDP Dinas Perhubungan Sulteng Asnansyah dalam kesempatan itu, mengapresiasi informasi Labuh Jangkar yang disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Moh. Arif Latjuba.

Namun kata Asnasyah, Daerah Lingkar Kerja (DLKR) dan Daerah Lingkar Kerja Pelabuhan (DLKP) merupakan kewenangan Kementrian Perhubungan, sehingga Dinas Perhubungan Sulteng tidak bisa berbuat banyak karena tidak punya kewenangan.

“Sebagai mana yang disampaikan pak kadis tadi upaya – upaya dari Dinas Perhubungan untuk melakukan upaya pemanfaatan. Apa yang disampaikan itu, bisa dengan melakukan kerjasama pemanfaatan (KSP) karena DLKR dan DLKP kewenangan kementrian, sehingga Dinas Perhubungan tidak memiliki kewenangan,” katanya.

Olehnya, Asnansyah berharap pemanfaatan ruang kelautan itu bisa dilakukan kerjasama dengan melibatkan dinas terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan.

“Pelabuhan yang dikelola oleh Dinas Perhubungan yaitu pelabuhan laut regional di Salakan, sampai saat ini saja belum memiliki DLKR dan DLKT, karena salah satu tujuannya adalah keamanan dan ketertiban pelayaran,” tandasnya.

Setelah melakukan diskusi terkait peluang pendapatan daerah dari Labuh Jangkar, maka diakhir diskusi disepakati akan ditindaklanjuti dengan melihat regulasi yang bisa dibuat sebagai dasar Labuh Jangkar itu dengan melibatkan Dinas Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Biro Hukum Sekretariat Provinsi Sulteng. FUL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.