PALU, SULTENGNEWS.COM – Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulawesi Tengah (Sulteng) mendukung pemasangan gelang pendeteksi terhadap pelaku kekerasan seksual anak.
Hal itu diungkapkan Ketua KPPA Sulteng, Adriani kepada sultengnews, Senin (04/01/2021).
Ketentuan itu termuat dalam salah satu pasal di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2020.
“Kalau saya sebenarnya itu bagus. Itu dapat mendeteksi pelaku ketika akan melakukan kekerasan seksual terhadap anak,”ungkapnya.
Menurut Adriani, selama ini banyak sekali pelaku tindakan kekerasan seksual yang itu berulang, sehingga dapat mengancam perempuan dan anak, dengan dipasangkan gelang pendeteksi terhadap pelaku kekerasan seksual anak dirinya juga menyepakati hal tersebut.
“Dengan di pasangkannya gelang pendeteksi dapat mengantisipasi agar tidak terjadi lagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak,”ujarnya.
Adriani menerangkan, kekerasan seksual anak banyak dilakukan dalam setiap kasus yang terjadi kebanyakan pelakunya merupakan ayah kandung maupun tiri korban, kemudian pencabulan, baik itu dilakukan dari orang terdekat korban atau teman-temannya.
“Kalau di kami hanya sebatas yang melaporkan, mengadukan atau konsultasi, kalau di Tahun 2020 kita hanya ada 4 kasus kekerasan terhadap anak yang datang melapor, tapi kalau KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) banyak yang ditangani,”terangnya.
“Pendampingan yang dilakukan KPPA Sulteng mulai dari tahapan di kepolisian sampai pada proses persidangan,”lanjutnya.
Adriani juga menjelaskan, pada saat situasi covid-19 sekarang, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat, kata dia yang terbanyak adalah KDRT, sebab adanya intensitas pertemuan istri dan suami di rumah menyebabkan terjadinya peningkatan kekerasan khususnya kepada perempuan.
“Faktor ekonomi sebenarnya menjadi pemicu terjadinya KDRT,”ucapnya.
Adriani menegaskan, pemerintah harus banyak melakukan sosialisasi, baik di media elektronik ataupun di media sosial, karena sekarang kalau mau turun secara langsung agak susah dikarenakan keterbatasan akibat covid-19 yang tidak bisa mengumpulkan massa.
“Saya kira penting untuk pemerintah memberikan sosialisasi terkait KDRT dan kekerasan terhadap anak, sehingga ketika diketahui masyarakat hal itu memiliki ancaman-ancaman, maka masyarakat akan meminimalisir kekerasan, baik dalam rumah maupun kasus lainnya,”pungkasnya. DAL