PALU, SULTENGNEWS.COM – Pembangunan Kawasan Pangan Nusantara (KPN) di Desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk menjadi salah satu daerah penyangga Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimatan Timur.
Berdasarkan hasil kajian dari Dinas Kehutanan Sulteng, status lahan yang menjadi lokasi KPN itu merupakan Areal Penggunaan Lain (APL), bukan Kawasan Hutan Lindung seperti isu yang berkembang saat ini.
Sekretaris Tim Transisi Pembangunan KPN, Muhammad Ridha Saleh mengatakan, KPN yang saat ini tengah dibuka bukanlah hutan lindung, tapi berstatus APL. Memang di dalamnya ada tegakan berdasarkan hasil data cruishing (hasil pengolahan data pohon), namun secara hukum lahan tersebut tidaklah bermasalah.
“Di dalam memang ada tegakkan kurang lebih 36 ribu kubik kayu, tapi tidak semua kayu – kayu itu ditebang. Apalagi lahan itu tidak bermasalah secara hukum untuk pembangunan KPN,” ujar Ridha Saleh di lokasi KPN, Ahad (25/9/2022).
Ridha Saleh sangat menyayangkan adanya informasi bahwa sudah ada sekitar 100 ribu kubik kayu yang keluar dari Kawasan KPN. Padahal data kehutanan menunjukan bahwa di lahan KPN itu hanya ada 36 ribu kubik.
“Teman – teman bisa lihat sendiri, tidak ada kayu yang keluar. Semua kayu yang tumbang, masih ada di lokasi. Kayu – kayu yang tumbang itu, bukan ditebang untuk dijual. Tapi itu digusur untuk pembukaan jalan menuju KPN,” papar Ridha Saleh.
Dikatakan, kayu – kayu yang telah ditebang itu tidak akan bisa keluar dari lokasi KPN tanpa ada izin. Bahkan semua kayu yang keluar, akan ada barcode serta terdaftar di pusat.
Tenaga Ahli Gubernur Sulteng ini mengakui, memang ada hutan lindung di sekitar wilayah KPN itu, namun areal itu tidaklah diganggu, termasuk untuk pembuatan jalan ke KPN.
Tim Pembangunan KPN memutuskan untuk tidak menebang kayu endemik di lahan KPN karena di dalam kawasan terdapat dua tanaman kayu endemik yaitu eboni yang berdasarkan cruishing terdapat 601 kubik atau sekitar 120 pohon dan kayu amara sejenis kayu ebony.
“Kawasan yang menjadi lahan KPN bukanlah hutan primer, tetapi sekunder karena sudah pernah dibuka untuk lahan perkebunan masyarakat sekitar 30 tahun lalu kemudian ditinggalkan masyarakat,” ungkap Ridha Saleh.
Hutan sekunder itu kata Ridha Saleh, seluas 700 hektar lebih atau sekitar 82 persen lebih di lokasi KPN yang di dalamnya terdapat perkebunan kelapa dalam, lahan pertanian seluas 42,66 hektar atau 5,01 persen.
Ridha Saleh menjelaskan, KPN di Desa Talaga itu akan menjadi salah satu kawasan food estate sebagai penyangga Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, karena jarak dari Desa Talaga ke Kalimantan hanya sejauh 121 kilometer (km) melalui laut, lebih dekat dibanding Palu ke Talaga yang ditempuh melalui rute darat sejauh 130 km.
“Kawasan ini diusulkan menjadi kawasan pangan plus plus plus, karena tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan, tetapi juga ada danau dan pantai yang terkoneksi dengan KPN,” terangnya.
Saat ini, kawasan tersebut telah terbuka jalan kurang lebih 11 kilo meter (km), pembukaan lahan hingga ke titik nol kurang lebih 20 hektar, pembangunan sumber listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pengeboran air hingga pembangunan tower air untuk menghaliri Kawasan perkebunan di KPN.
Kata Ridha Saleh, dengan terbukanya jalan ke KPN telah membuat warga khususnya para petani gembira, karena jarak tempu yang sebelumnya bisa mencapai 2 sampai 3 jam, kini bisa ditempuh kurang lebih hanya 20 menit saja.
Pengeboran air di kawasan telah berhasil dilakukan dan sumur itu mampu menghasilkan 2 kubik air per detik. Bahkan instalasi pipa juga sudah mulai dipasang hingga ke titik nol KPN.
Sementara Anggota Tim Transisi Pembangunan KPN, Datu Wajar Lamarauna menyampaikan bahwa luas areal KPN itu yakni 1123,59 hektar. Dari jumlah itu, kurang lebih 850 hektar untuk perkebunan, serta kurang lebih 400 hektar akan dibagikan kepada masyarakat setempat.
Sesuai site plan KPN telah tercantum kawasan konservasi seluas 9,14 persen, ruang terbuka hijau seluas 3,87 persen, fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).
Disekeliling kawasan juga akan disediakan buffer zone sepanjang 100 meter antara kawasan dengan laut, sehingga KPN di Desa Talaga ini akan berbeda dengan Kawasan – Kawasan lainnya di Indonesia.
“Terkait statuta kawasan, sudah sangat jelas itu APL. Jadi tidak benar isu yang mengatakan bahwa areal itu masuk sebagai kawasan hutan lindung,” ujar Datu Wajar Lamarauna.
Untuk penanganan masalah sosial, Datu Wajar mengaku dirinya diberi tanggungjawab oleh Gubernur Rusdy Mastura untuk melakukan sosialisasi dan pertemuan dengan warga di lima dusun di Desa Talaga dengan melibatkan lembaga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan simpul – simpul masyarakat lainnya.
Putra mantan Bupati Donggala Adam Arjad Lamarauna ini mengaku sangat bersyukur, karena seluruh masyarakat khususnya di lingkar kawasan yakni Desa Talaga, Desa Kambayan dan Desa Sabang sangat mendukung pembangunan KPN itu, serta memberikan apresiasi atas masuknya program nasional ini ke wilayah mereka.
“Prinsipnya, kita tidak akan menabrak regulasi. Kita akan terus melakukan komunikasi kepada OPD (Organisasi Pengkat Daerah), dan semua on the track, termasuk dengan Kemenko Marves,” ujar optimis.
Putra Dampelas ini juga mengatakan, terkait kelayakan ekosistem dan ekologis, telah ada rekomendasi dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) mengenai kelayakan tanah yang berada pada PH 4 sampai 6.
Itu artinya, sangat layak ditanami macam-macam tanaman. Itu sebabnya sehingga di site plan ada 14 komoditas yang akan ditanam, jadi tidak hanya jagung.
Di dalam kawasan juga akan ada nurseri persemayaman dan pembibitan tanaman konservasi, mekarsari/wisata buah, area perkebunan buah-buahan, kawasan penggemukan sapi, area tanaman pangan kedelai dan jagung, area tanaman hortikultura (cabai, tomat, terong dan sebagainya) serta berbagai tanaman lainnya.
“KPN ini Insya Allah akan menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi masyarakat, sehingga daerah lainnya seperti Parimo, Poso dan sebagainya ikut tumbuh,” harapnya. FUL