Haji Hayun Simbol Harga Diri Bangsa

oleh -

Keterangan Foto :

Massa membentangkan spanduk penolakan mereka terhadap rencana penggantian nama Lapangan Haji Hayun Tolitoli dalam aksi demo di DPRD, Rabu (6/12/2017). FOTO:  ITS

PALU, SULTENGNEWS. com – Sejarawan Universitas Tadulako (Untad), Dr. Lukman Nadjamuddin, Rabu (7/12/2017) menilai wacana penggantian nama penggantian nama Lapangan Haji Hayun di Kabupaten Tolitoli menjadi Taman Kota Gaukan Mohammad Saleh Bantilan, tidak harus terjadi.

Mengingat Haji Hayun memiliki perjuangan yang sangat jelas dan telah menunjukan harga diri bangsa sebagai seseorang yang tidak mau tunduk kepada Belanda saat zaman penjajahan, kata Lukman .

“Dan apa yang dilakukan Haji Hayun berseberangan dengan raja Tolitoli (Bantilan) yang saat itu berkonspirasi dengan Belanda untuk mempekerjakan masyarakat Salumpaga pada bulan Ramadan,”ungkap Lukman.

Lebih lanjut menurutnya, dengan akan digantinya nama Haji Hayun menjadi  Taman Kota Gaukan Mohammad Saleh Bantilan, justru akan mengkhinati Haji Hayun kembali sebab dalam prosesnya terlihat ada apresiasi yang berlebihan kepada raja, sementara yang menentang malah ditenggelamkan namanya.

“Haji Hayun dikhinati saat hidup dan dikhianati saat sudah meninggal. Menurut saya ini kurang elok ya,”tandasnya.

Ia juga membantah bila ada yang mengungkapkan Lapangan Haji Hayun sebelumnya tidak memiliki nama, malah dahulu nama tersebut merupakan nama jalan tepat di depan lapangan tersebut yang akhirnya membuat warga sering menamakannya lapangan itu sebagai Lapangan Haji. Hayun.

“Memang dulu nama jalan di samping lapangan itu Haji Hayun, tetapi lapangan tersebut juga dinamakan Lapalangan Haji. Hayun ada kok Peraturan Daerah (Perda) nya,”terangnya.

Di tahun 80-an, pemerintah setempat memberi nama Jalan Haji Hayun, namun setelah itu nama jalan tersebut dipindahkan ke jalan yang jarang lewati warga. Sementara nama Lapangan Haji Hayun diganti menjadi Taman Kota.

“Kalau mau jujur terhadap masa lalu, tulis saja namanya Tanam Kota Haji Hayun, cuma kan mereka tidak  mau jujur sejarah masa lalu. Ingin mengubur sesuatu yang sebetulnya harus menjadi pengetahuan publik,”tandas Lukman.

Dijelaskannya, perubahan-perubahan itu terjadi pada saat Ma’ruf Bantilan terpilih menjadi Bupati Tolitoli kemudian berlanjut hingga Saleh Bantilan memimpin daerah tersebut. Lebih lanjut, ia juga secara gamblang mengungkapkan ada kesan pembicaraan tentang Haji Hayun dilarang dilakukan di Tolitoli.

Lukman berharap Pemerintah Kabupaten Tolitoli tidak menghilangkan begitu saja identitas kebesaran Haji Hayun, ia juga menekankan bahwa Raja Bantilan dalam sejarah tidak pernah melawan Belanda, tapi justru lebih banyak berkonspirasi dengan Belanda.

“Saya pun pernah menulis Haji Hayun di surat kabar, judulnya Haji Hayun dalam Pusaran Sejarah,”tutup Lukman.

Penggantian nama Lapangan Haji Hayun juga menyita perhatian Pengamat Kebijakan Administrasi Publik, Dr. Slamet Riadi Cante. Menurutnya, idealnya Pemkab Tolitoli menghargai perjalanan sejarah, hingga menjadi nama Lapangan Haji Hayun. Jika saat ini Pemkab mengganti nama perlu disertai alasan yang realistis.

“Sehingga tidak terkesan memiliki tendensi tertentu.  Apalagi menggunakan nama yang juga merupakan dari Marga dan rumpun keluarga bupati,”jelas Slamet. TAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.