Dua Profesor Untad Sering Beda Gagasan, Namun Hubungan Sosial Keduanya Tetap Indah

oleh -
oleh
Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir Cyio SE, MS (kanan) bersama Prof. Dr. H. Djayani Nurni SE, MS. FOTO : IST

PALU, SULTENGNEWS.COM – Ketika media ini mendapatkan foto “mesra” antara Prof Dr. Ir. Muhammad Basir Cyio SE, MS dengan Prof. Dr. H. Djayani Nurni SE, MS yang dikirim oleh seseorang dari WAG, maka rasa penasaran sangat menantang untuk mengetahi lebih jauh.

Persepsi yang terlalu jauh kelirunya selama ini, sering disematkan kepada kedua Profesor Untad ini dalam hal hubungan persahabatan. Namun, apa yang sering dibuah bibirkan di tengah masyatakat, ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.

Adalah Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir Cyio, SE. MS., yang ditemui di Ruangan Jurnal Agroland Fakultas Pertanian Untad, di mana Prof. Basir sebagai Penanggung Jawab jurnal tersebut, Selasa (14 Maret 2023), mengakui jika pihaknya sering kali beda gagasan dengan Prof. Dr. H. Djayani Nurdin, SE. MS.

Bahkan di media online terkesan, jika Prof. Djayani memusuhi Prof Basir Cyio. Walau Prof. Djayani mengakui, jika sering ada oknum yang membuat rilis menggunakan namanya. Sementara pihaknya sama sekali bukan yang membuat, kata Prof. Djayani ditirukan Prof Basir Cyio kepada SultengNews.com.

Hal ini juga diperkuat oleh Prof. Basir Cyio ketika dikonfirmasi langsung kepadanya perihal persepsi masyarakat yang didasarkan berita-berita yang dirilis Prof. Djayani Nurdin selaku Ketua Kelompok Peduli Kampus (KPK), justru Prof Basir Cyio membantahnya.

Menurut Basir Cyio, pihaknya dalam melihat suatu pemberitaan tidak pernah mengartikannya sebagai suatu musibah. Kata Prof. Basir Cyio, sejak tahun 1988 telah menyandang profesi sebagai wartawan Mingguan Mercusuar sebelum dinyatakan lulus test CPNS.

Setelah ikut seleksi yang kedua kalinya. Dan, guru serta teladan saya kala itu, bahkan hingga saat ini adalah almarhum Drs H Ryusdy Toana.

Sosok inilah, kata Prof Basir, yang mengajarinya memahami risiko jika suatu saat menjadi pemimpin. Petuah itu diterima Basir Cyio, di saat masih bujang di usia 27 tahun. Kala itu, kenang Prof Basir Cyio, sudah diserahi tanggung jawab besar oleh Drs. H. Rusdy Toana untuk menulis “Tajuk Rencana” Mingguan Mercusuar hingga berubah menjadi Harian Mercusuar, tatkala bergabung dengan Jawa Pos Grup.

Kata-kata yang paling terngiang kata Basir adalah, “jika kelak Basir jadi manusia, dan siapa tahu jadi pemimpin, maka persiapkan diri dalam menghadapi risiko, karena hanya orang yang mendapat amanah yang selalu diuji dengan berbagai risiko.

Itulah mengapa, kata Prof Basir Cyio, Ketika mendapat serangan-serangan di media massa dan dimintai komentar atas tuduhan, serangan, dan cacian orang lain, Prof Basir Cyio hanya menjawab; “tulis saja apa yang mau ditulis”. “Kalau sudah dia yang berkata demikian, berarti itu sudah benar”. Itulah jawaban standar yang sering diucapkan Prof Basir jika dikonfirmasi.

Saat ditanya mengapa jawaban Anda selalu pendek-pendek? Prof Basir mengatakan, pribadi setiap wartawan itu berbeda-beda, karena sebagai sesama wartawan, kita itu saling mengetahui perjalanan hidup. Adik-adik wartawan memiliki selera dan kepuasan masing-masing.

Menurut Basir, atas pemahaman itulah, maka walaupun banyak pihak yang menyerang di media massa, pihaknya tidak pernah merasa dizolimi, tetapi menganggap bahwa itulah yang Namanya risiko.

Banyak orang, kata Basir, jika dirinya mendapat serangan dari orang lain, dengan mudahnya berkata; “Dirinya dizolimi”. Tetapi Ketika dirinya menyerang orang lain, maka Dia menjawab; “ini adalah bagian dalam memperjuangkan kebenaran”. Orang seperti ini selain ego, juga terlihat jika kepuasannya memang ada di area-area seperti itu.

Jawaban seperti itu, adalah sosok yang tidak gentle karena hanya dirinya yang dia Yakini suci, dan merasa bangga dan puas jika menyerang orang lain. Nah, dalam konteks itu, saya menerima apapun orang bilang, sepanjang itu membuat diri mereka bangga dan puas, baik nara sumbernya maupun wartawannya. Ya, hitung-hitung kalau membuat orang puas dan Bahagia, kan pahala, kata Basir Cyio sembari tersenyum.

Terkait dengan itulah, maka apa pun yang diucapkan Prof Djayani Nurdin di media massa selama ini, saya tidak pernah menyalahkan Prof Djayani, tetapi melihatnya sebagai bentuk beda-beda gagasan. Dan, kata Basir, jika ketemu saat wisuda, tidak pernah sama sekali bertanya atau mendiskusikan apa yang beliau sebarkan di media massa, dan tidak pernah juga saling menghindar jika bersua, tetapi tetap saling berjabatan tangan. “Saya pikir harusnya kita bisa lebih dewasa, jangan kekanak-kanakan bila memang kita berada di area dan suasana yang ada politiknya”, kata Basir menasihati.

Kenapa? Karena yang demikian itu biasa dalam kehidupan kemasyarakatan dalam membangun interaksi, dan Prof Djayani tidak pernah saya musuhi. Bahwa ada yang mungkin panas jika membaca komentar Prof Djayan di media massa, saya maklum karena bisa saja ada yang merasa, kok Prof Djayani menyerang Prof Basir. Padahal saya sendiri tidak pernah merasa diserang, katanya.

Oleh karena itu, lanjut Prof Basir, apa yang berkembang di tengah masyarakat, semua itu adalah refleksi dalam berkehidupan dengan satu bingkai; “Kita memang sering berbeda gagasan tetapi persaudaraan tetap akan abadi hingga kita dipisahkan oleh maut”.

Sedehana ini hidup jika kita mampu mengelola hati dan rasa agar tetap bisa berkarya; mengajar, meneliti dan menulis artikel serta kegiatan akademik lain dalam mengantarkan generasi penerus bangsa.

Jadi, lanjut Basir Cyio, saya tidak pernah membenci orang sekalipun mereka membenciku. Sebab orang yang pembenci dipastikan jiwanya tidak pernah tenang, dan rohnya selalu membrontak. “Sementara saya yang dibenci tetap tenang dan Bahagia karena tidak pernah memikirkan dan tidak pernah merasa jika saya sedang dbenci”, tutur Prof Basir Cyio mengakhiri penjelasannya.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.