JAKARTA, SULTENGNEWS.COM – CEO PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale), Febriany Eddy mengobarkan semangat dan optimisme dalam menjalankan program hilirisasi nikel. Hal ini disampaikannya saat menjadi salah satu panelis dalam Nickel Conference 2023 yang digelar CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (25/07/2023).
Febriany menegaskan, PT Vale berkomitmen untuk menghadirkan pertambangan yang berkelanjutan yang dapat dicapai dengan menerapkan praktik pertambangan yang baik atau good mining practices. Praktik pertambangan yang baik juga ditandai dengan tiga indikator, yakni lingkungan (Environmental), Sosial (social), dan tata kelola (Governance) – atau biasa diistilahkan dengan ESG.
“ESG telah lama menjadi bagian dari kami. Segala keputusan yang kami ambil sangat berhati-hati dan memikirkan dampak ESG-nya. Kami perlu upaya ekstra untuk menjaga komitmen dan konsistensi tersebut,” ujar Febriany Eddy.
Febriany Eddy mencontohkan di Blok Sorowako, salah satu wilayah operasi PT Vale, termasuk ke dalam garis Wallacea dengan keanekaragaman hayatinya. “Hal itu menjadi tantangan kami untuk membuat perencanaan pertambangan nikel,” jelasnya.
Selama 55 tahun hadir di Indonesia, PT Vale kata Febriany amat berkonsentrasi pada ESG untuk meminimalisasi dampak aktivitas pertambangan. Mulai dari membangun pabrik yang ramah lingkungan, pembangkit listrik minim emisi, sampai tata kelola limpasan tambang yang tidak mencemari lingkungan.
Upaya-upaya tersebut, lanjut Febri menjadi daya tarik bagi mitra-mitra kelas dunia untuk bergabung membangun bisnis pertambangan berkelanjutan di Indonesia, yakni Ford, Huayou, Xinhai, dan TISCO.
Dia optimis masa depan industri nikel di Indonesia bakal lebih cerah jika kita seluruh unsur baik pemerintah, masyarakat, dan pengusaha berkomitmen bersama menerapkan good mining practices.
“Kunci utama dalam investasi bersama dengan mitra-mitra adalah keselarasan visi yang sustainable. Kami sangat menjunjung tinggi keberlanjutan. Jadi kolaborasi, kesamaan visi, dan komitmen penting bagi masa depan Industri Nikel tanah air,” tukas Febri.
Dalam acara yang bertajuk “Nickel & Battery Supply Chain Sustainability” ini, Febri
duduk dengan dua pemimpin perusahaan tambang nikel yakni Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk, Roy Arman Arfandy dan Direktur Eksekutif PT Merdeka Battery Materials Tbk, Andrew Philip Starkey.
Mereka memaparkan aspek-aspek strategis terkait ESG dalam industri nikel di Indonesia di saksikan para hadirin dari kalangan regulator, penambang, pengusaha smelter, konsumen baterai kendaraan listrik, investor, dan akademisi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Sejumlah pemangku kepentingan juga hadir dalam acara tersebut antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Lalu Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati, Managing Director Fullerton Fund Management Company Ltd. Choo Jee Meng, dan Strategist/Managing Partner PT Verdhana Sekuritas Indonesia Heriyanto Irawan.
Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pemerintah mengambil langkah tegas untuk memastikan praktik industri yang berkelanjutan, terutama implementasi ESG. “Kami akan mencabut izin industri jika tidak patuh,” jelasnya.
Dia menyatakan, tidak ada negara yang bisa mendikte Indonesia terkait pengelolaan nikel yang ditujukan untuk mendorong ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sebab menurut Luhut, salah satu kunci untuk menjaga dan mendorong pertumbuhan ekonomi ialah hilirisasi industri, termasuk industri pertambangan. “Dan itu termasuk dalam 6 agenda negara,” ucapnya.
Selain hilirisasi industri, lima agenda lainnya yakni dekarbonisasi untuk mempercepat net-zero, sekaligus menangkap peluang ekonomi hijau. Ketiga, menyelenggarakan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang terampil.
Keempat, menyeimbangkan semua lini untuk menyelesaikan ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia. Kelima, mendigitalisasikan layanan untuk pemerintahan yang efisien, transparan, dan inklusif.
Keenam, mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan interkoneksi orang, barang, dan informasi. Luhut optimis, jika keenam agenda ini konsisten dijalankan, Indonesia akan menjadi negara yang kuat dalam waktu 30 tahun. ***