Adriansya Manu: Sulteng Darurat Bencana, Mitigasi Bencana Wajib Menjadi Prioritas

oleh -
oleh
Direktur Celebes Bergerak Sulawesi Tengah, Adriansya Manu. FOTO : IST

Palu, SULTENGNEWS.COM – Provinsi Sulawesi Tengah salah satu provinsi yang ada di wilayah Sulawesi perlu mendapatkan perhatian serius bagi pemerintah daerah, dalam penanganan dan penaggulangan bencana alam.

Menurut Direktur Celebes Bergerak Sulawesi Tengah Adriansya Manu, Sulawesi Tengah dikategorikan sebagai daerah dengan rawan bencana dan perlu ditangani secara serius dalam konsep mitigasi bencana.

Dia menambahkan, hal ini karena beberapa hari terakhir hampir semua daerah di Sulawesi Tengah mengalami cuaca ekstrim akibat perubahan iklim, beberapa daerah diantaranya bahkan mengalami banjir bandang seperti yang terjadi di Desa Torue, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong pada 28 Juli 2022 lalu.

“Kejadian banjir di Desa Torue menewaskan 3 orang warga, 4 orang dinyatakan hilang belum ditemukan dan 46 orang luka-luka serta sebanyak 1.572 jiwa terpaksa mengungsi di tempat aman,” Kata Adriansa Manu direktur Celebes Bergerak kepada SultengNews.com, Selasa (2/8/2022).

Selain itu, lanjut dia, pada 31 Juli 2022 banjir bandang juga terjadi di kompleks Hunian Tetap (HUNTAP) relokasi Buddha Tzu Chi, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Dalam waktu bersamaan juga terjadi longsor di Desa Enu, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala yang menyebabkan arus lalu lintas terganggu akibat reruntuhan tanah.

Banjir juga terjadi di Desa Bora, Kecamatan Sigi Kota, Kabupaten Sigi pada 31 Juli 2022 merendam kompleks perkantoran Sigi.

Menurut Adriansa, sejak Januari-Juli 2022, pihaknya mencatat 17 kali kejadian bencana di Sulawesi Tengah, umumnya dipicu oleh cuaca ekstrim akibat perubahan iklim.

Sementara, pada bulan Juli 2022, kata dia pihaknya mencatat sudah 6 kali kejadian banjir dan 1 kali kejadian longsor di Sulawesi Tengah tersebar di Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Sigi, Donggala, Morowali dan Banggai.

Tingginya kejadian bencana di Sulawesi Tengah, kata Adriansa membutuhkan kecakapan dari pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah mitigasi dan pencegahan di daerah-daerah yang memiliki kerentanan bencana tinggi.

“Peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk membuat kebijakan pencegahan dan mitigasi bencana di daerah masing-masing. Termasuk adaptasi kerentanan bencana dalam perencanaan penataan ruang wilayah baik di tingkat Provinsi maupun di Kabupaten Kota.” Kata dia

Menurut Adriansa, langkah pencegahan dan mitigasi bencana mesti dibarengi dengan kebijakan perencanaan penataan ruang yang sensitif bencana. Jika tidak, kata dia masalah banjir, longsor, puting beliung, gempa bumi dan sebagainya, akan selalu menjadi masalah klasik dan terus menimbulkan korban jiwa dan kerugian.

“Sebagai daerah multi bencana sudah semestinya menuangkan kebijakan perencanaan penataan  ruang wilayah sebagai panglima dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang berpotensi menimbulkan bencana,” Bebernya.

Ia juga meminta Gubernur Sulawesi Tengah, agar melakukan evaluasi terhadap model pengelolaan sumber daya alam berbasis industri ekstraktif di wilayah-wilayah sasaran investasi pertambangan, industri pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.

Pasalnya, industri ekstraktif selain desktruktif juga menyebabkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dan memiliki kerentanan bencana tinggi.

“Pohon ditebang, tanah digali dan boros energi jelas berisiko terhadap bencana alam. Itu sudah pasti dan sudah terbukti,” katanya menambahkan.

Adriansa menguraikan pula, banjir bandang pada 27 Juni 2022 di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah mesti dilihat sebagai dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan dan industri pertambangan.

Banjir di kawasan PT IMIP kata dia, menyebabkan 350 KK terpaksa mengungsi dan bedampak terhadap 500 KK penduduk sekitat kawasan industri nikel terbesar di Indonesia.

Selama ini, kata Adriansa, paradigma pemerintah selalu melihat bencana banjir sebagai akibat dari curah jujan yang tinggi. Padahal, kata dia sebabnya adalah karena daya dukung dan daya tampung lingkungan di daerah itu sudah rusak sehingga tidak dapat menyerap air hujan.

“Jadi, paradigma kita mesti diarahkan pada sebab, bukan akibat.” Ungkap dia.

Menurutnya, kejadian banjir di kawasan PT IMIP bukan kali pertama, tetapi telah beberapa kali terjadi sejak perusahaan itu beroperasi.

Banjir serupa juga pernah terjadi pada Juni 2019 menimbulkan 1 orang warga meninggal dunia karena terseret arus dan menyebabkan empat jembatan permanen ambruk. Berdasarkan catatan Celebes Bergerak banjir di kawasan PT IMIP juga terjadi pada 15 Juni 2022.

Selain itu, pada 23 April 2022 banjir bandang merendam ratusan rumah warga di Desa Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali.

Sementara di Kabupaten Banggai, pada 28 Juli 2022 juga terjadi banjir bandang di Kecamatan Moilong. Kejadian itu, kata dia menimbulkan 100 unit rumah warga terendam banjir di 3 desa diantaranya desa Slamet Harjo, Desa Toili dan Desa Karang Anyar.

“Kita tahu Banggai merupakan salah satu daerah industri pengolahan Migas dan sasaran ekspansi perkebunan sawit, sehingga kerentanan bencana juga sangat tinggi di sana,” Tuturnya

Apalagi katanya, di Kabupaten Banggai tidak hanya rawan bencana  hidrometeorologi, tetapi juga memiliki kerentanan bencana geologi.

“Dalam catatan sejarah Banggai itu telah beberapa kali mengalami gempa dan tsunami seperti yang terjadi pada tahun 1858, 1859, dan paling baru tahun 2000. Semua kejadian ini merusak dan menimbulkan korban jiwa. Jadi, daerah ini memiliki kompleksitas bencana yang mesti diwaspadai,” Urainya.

Dari rentetan kejadian bencana tersebut, pihaknya mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk benar-benar memasukan mitigasi bencana dan menetapkan daerah rawan bencana di dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang sedang berlangsung saat ini.

Selain itu, Adriansa juga meminta Gubernur untuk mendesak semua perusahaan baik pertambangan, idustri pengolahan nikel dan migas serta perkebunan kelapa sawit untuk membuat langkah-langkah mitigasi di wilayah konsesi masing-masing. Termasuk, kata dia mendesak semua perusahaan untuk memberikan dana insentif kepada pemerintah daerah untuk digunakan dalam pembuatan kajian resiko bencana (KRB), mitigasi bencana dan kegiatan lainnya dalam penanggulangan bencana.

“Gubernur bisa saja membuat kebijakan daerah yang mewajibkan insentif pada setiap perusahaan untuk kepentingan penanggulangan bencana daerah di Sulawesi Tengah.” Jelasnya.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.